LOYO-litas

Saat pertama menginjakkan kaki pertama kali di Surabaya (Jawa Timur), perasaan kagum akan bangunan yang tinggi-tinggi, keindahan taman, dan jalan aspal yang mulus sulit diutarakan dengan jelas. Intinya secara subjektif saya katakan sangat bagus. Entah bagi yang lainnya. Hal yang paling sayang kagum adalah hampir tidak terlihat tanah. Tanah hanya ada di taman, tapi sepanjang jalan umum, gang/lorong, halaman rumah itu disemen, pasang paving blok, atau diaspal. Hampir sebagian tanah sudah tertutup.
            Hari ini merupakan kali kedua saya merasakan akibatnya selama kurang lebih 6 bulan tinggal di Surabaya. Dampaknya adalah banjirrrr..... Memang, masih banyak faktor lain yang bisa menyebabkan banjir. Saya pikir salah satunya karena tidak ada lagi tanah terbuka, tempat air meresap. Dasar saya berpikir seperti itu karena terinngat akan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam saat SD dulu, dimana air akan diserap ke dalam tanah dengan bantuan akar-akar tumbuhan. Tapi, kalau kondisi seperti tadi, butuh waktu yang lama air akan meresap. Mudah-mudahan ilmu yang sederhana ini bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk daerah yang masih normal, biar membangun dengan bijaksana.

             Kalau banjir di sungai, itu pemandangan yang biasa bagi saya setiap musing hujan datang. Tapi kalau sampai air masuk dalam rumah, itu baru luar biasa. Memang bukan hal yang baru keadaan seperti ini di Indonesia, tapi secara pribadi sebelumnya hanya lihat dalam pemberitaan TV.
Kali ini baru merasakan langsung seperti apa rasanya. Awalnya, saat air mulai masuk ke dalam rumah, saya bersama-sama teman satu kost tertawa kegirangan. Maklum, semua penghuni kost adalah anak rantauan dari luar pulau. Sama-sama baru merasakan banjir. Nano, teman sebelah kamar langsung buat kapal-kapalan dari kertas, lalu bermain. Persis perilaku saat masih kanak-kanak. Yang lain sibuk foto-foto, lalu upload di Facebook dilengkapi dengan status. Saya juga ikut mengambil gambar, hitung-hitung untuk ide buat tulisan di blog ini. Ada benarnya juga sebuah ungkapan; setiap ada musibah pasti, pasti ada hikmah yang bisa diambil.

Lama-kelamaan, air semakin tinggi. Kamar mandi ikut tergenang, sumbernya dari lubang –yang seharusnya lubang pembuangan air- malah mendatangkan air dari luar. Dan yang paling buat susah adalah, air dalam kloset juga ikut meluap. Bagaimana kalau ingin BAB/BAK ? Hmmmm.... anda bayangkan saja, semua “bahan sisa” yang hendak kita “ekspor” ke dalam bak penampungan bawah tanah, hanya bisa terapung seperti kapal selam saja. Terpaksa, keinginan untuk “buang air” ditahan dulu, biar tidak menambah volume banjir.
Kalau sudah seperti ini, ekspresi kegirangan pada awal tadi, berubah 360 derajat mejadi LOYO-litas. Pekerjaan baru sedang menunggu, yaitu menguras air hingga kering. Semakin meningkatkan LOYO-litas.

Sekian dulu teman-teman... Ini serita-ku, mana cerita-mu ? kalau ada, silahkan di-share...
Salam Sejuta Mimpi...
(Notes: istilah LOYO-litas yang saya tulis bukanlah istilah yang baku. Aslinya, hanya LOYO saja. Biar terdengar keren dan ada nuansa humor, makanya diplesetkan seperti kata “loyalitas”. Kata tersebut pertama kali saya dengar dari dosen favorit saya.)


Posting Komentar

0 Komentar