PELAJARAN BERHARGA ADA DI MANA-MANA


28 Juni 2013 lalu, saya berangkat dari Surabaya ke Kupang dengan pesawat udara. Saat check-in di Bandara, perhatian saya tertuju pada salah satu penumpang yang ikut mengantri. Dia seorang wanita dengan rambut dipotong pendek mendorong barang bawaannya cukup banyak, 2 buah koper ukuran jumbo dan saat ditimbang beratnya melebihi ketentuan maskapi penerbangan yang memaksanya untuk merogoh kocek lagi. Dari potongan rambut yang khas dan barang bawaannya, saya langsung menduga, mungkin dia seorang TKI yang sedang pulang kampung.
            Setelah serangkaian proses check-in berakhir, saya langsung menuju ruang tunggu penumpang. Saya tidak melihatnya lagi, apalagi untuk memikirkannya. Namun saya cukup kaget, saat penumpang dipersilakan naik pesawat udara dan mencari tempat duduk sesuai nomor kursi yang tertera pada tiket, saya mendapat tepat duduk tepat di sampingnya. Dalam hati saya begumam; “Tuhan, apakah ini termasuk dalam rencana-Mu untuk hidup-ku ?”
            Menit-menit awal kami tidak ada pembicaraan. Maklum, mungkin masing-masing sedang memperhatikan pramugari yang memperagakan petunjuk keselamatan  saat sebelum pesawat take-off. Saya pun asyik ‘melahap’ halaman demi halaman sebuah buku saku dengan judul Prigel Menulis Artikel karangan Agus M. Irkham. Dia selalu menoleh ke arah saya sambil tersenyum. Mungkin dia ingin berbincang-bincang, namun sungkan karena saya sedang asyik membaca buku. Saya dapat memahami body language itu lalu segera menyimpan buka, dan mulai membuka pembicaraan.
Saya       : “Kaka mau ke mana ?” (pertanyaan aneh, karena sudah jelas tujuan pesawat ke satu tempat, yakni di Bandara Eltari Kupang,hehehe)
Dia          : “Mau ke Kupang adek, dan rencananya langsung ke Bajawa kalau pesawat ke sana  sebentar masih ada”
Saya       : “Ooo...kaka asalnya dari Bajawa Ko ?”
Dia          : “Ia.., kalau adek ?”
Saya       : “Sama-sama dari pulau Flores, hanya saya di Manggarai Barat. Terus, kaka pulang dari mana ?”
Dia          : “Saya kemarin dari Malaysia, dan tiba di Surabaya kemarin sore (27/06/2013). Saya TKI dan bekerja sebagai PRT di sana. Hari ini ke Kupang, dan mudah-mudahan bisa langsung ke Bajawa sebentar. Kalau adek, mau ke mana ?”
Saya       : (dalam hati bergumam, dugaan saya benar ternyata dia TKI di Malaysia). “Saya mau ke Kupang Kak, sedang libur kuliah.”
                
            Saya semakin penasaran setelah mengetahui dia seorang TKI yang bekerja di Malaysia. Kira-kira seperti apa ‘atmosfer’ kerja di luar negeri ? Dan yang mendominasi pikiran saya saat itu adalah kejadian penyiksaan TKI oleh majikan di sana yang berujung kehilangan nyawa. Ada beberapa saudara/i kita dari Indonesia, khususnya NTT yang mengalami kejadian naas tersebut dan sempat dimuat di berbagi media cetak dan elektronik tingkat nasional maupun regional. Saya pun lanjut bertanya.

Saya       : “Kak, saya pernah baca di Korang tentang penyiksaan TKI oleh majikan di luar negeri, bahkan sampai ada korban nyawa. Bagaimana selama kaka kerja di sana, ada tidak perlakuan semena-mena dari majikan ?”
Dia          : “Puji Tuhan, majikan saya sangat baik. Bahkan mereka menganggap saya seperti keluarga sendiri, dan saat saya pamit pulang kemarin majikan sempat menangis. Saya juga sedih berpisah dengan mereka, tapi tidak mungkin juga saya melupakan keluarga di kampung. Cerita penyiksaan TKI oleh majikan itu benar adanya, namun bukan berarti semua majikan di luar negeri jahat-jahat. Lagi pula kita tidak tahu alasan penyiksaan itu karena apa ? Jangan sampai karena kelalaian dari TKI tersebut. Ada beberapa tips, yang mungkin bisa bermanfaat jika berminat kerja di luar negeri;
1.    Kita harus punya keterampilan yang cukup sesuai tujuan kerja yang diinginkan. Misalnya saya sebagai PRT, minimal saya bisa menggunakan peralatan rumah tangga moderen seperti menyetrika menggunakan setrika listrik, masak nasi menggunakan ricecooker, menyapu menggunakan vacuum cleaner, dll.
2.    Harus menguasai bahasa dan budaya dari negara tujuan kita, sehingga bisa berkomunikasi secara efektif. Jangan sampai majikan minta dibuatkan kopi, yang kita bawa nasi. Tidak heran majikan akan marah jika seperti itu.
3.    Harus memiliki perizinan (dokumen) yang resmi dari pemerintah (legal), sehingga bila ada persoalan maka dengan mudah diadvokasi oleh pemerintah.
4.    Dan yang tidak kalah penting adalah beroda kepada Tuhan, biar dapat majikan yang baik. Dan yang paling penting kita bisa bekerja dengan nyaman.”

Saya       : (Manggut-manggut mendengar penjelasannya yang penjang dan lengkap) “O... dulu kaka belajar keterampilan dan bahasa di mana ?”
Dia          : Saya mengikuti kursus di salah satu PJTKI swasta di Kota Kupang. Mereka betul-betul menyiapkan TKI dengan baik sebelum diberangkatkan ke negara tujuan, serta menfasilitasi pengurusan semua dokumen yang diperlukan. Jadi, semuanya aman...
Saya       : “Bagus kalau bagitu kaka.. BTW, dari tadi kita ngobrol belum tahu nama juga. Nama saya Saver... “(sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman)
Dia          : “Hehehehe..., betul juga. (dia menyambut tangan saya, lalu bersalaman). Nama saya Sandra...”

            Pembaca, pembicaraan kami memang cukup aneh. Kalau biasanya orang berkenalan saat pertama mulai berkomunikasi, kami melakukan saat pebicaraan berkahir. Tapi itu tidak penting, yang terpenting bagi saya ada komunikasi yang terjalin, toh akhirnya bisa tau nama juga.
            Dari pengalaman kak Sandra di atas saya memperoleh sedikit pengetahuan terkait ‘tetek-bengek’ kehidupan TKI di luar negeri, mulai dari persiapan sebelum berangkat ke negara tujuan. Satu hal yang membuat saya kagum dari penjelasannya, yaitu tetap tidak lupa mengandalkan doa dalam setiap perjuangan hidup. Saya pun sependapat dengannya. Ora Et Labora, niscaya harapan Anda akan terwujud.
            Hal yang bisa saya petik dari cerita di atas adalah pelajaran berharga bisa didapat di mana saja, dan dari siapa saja. Jadi, hargai sesama seperti menghargai diri sendiri. Sebagai mahluk sosial kita tidak bisa mengelak untuk membutuhkan orang lain. Seandainya saya tidak membuka perbincangan dengan dengan Kak Sandra saat itu, maka tidak mungkin saya mendapat pelajaran berharga. Sekian saja, semoga bermanfaat....

Posting Komentar

0 Komentar