Tulisan berikut ini merupakan makalah asuhan keperawatan yang disusun oleh saya bersama teman-teman kelompok saat kuliah di AKPER Maranatha Kupang, tepatnya saat melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2011 silam. Saat itu saya mengikuti praktik di ruang Camellia (ruang perawatan penyakit jantung) selama 2 minggu. Saat mengakhiri masa praktik, kami diwajibkan untuk membuat laporan asuhan keperawatan yang sudah dilakukan pada pasien, dan diseminarkan kepada teman-teman mahasiswa keperawatan dari berbagai institusi keperawatan baik jenjang D3 maupun S1, perawat senior dari ruangan, pembimbing, dan undangan lainnya.
Kebetulan saat itu saya sebagai leader dalam menyiapkan seluruh pembuatan makalah serta melakukan konsultasi kepada pembimbing, sehingga semua file tersimpan dengan baik. Tadi, saat saya membuka kembali file tersebut kenangan beberapa tahun lalu teringat kembali. Agar kenangan tersebut lebih bermakna, saya putuskan untuk membagi kepada khalayak melalui blog "sejuta mimpi" ini. Muda-mudahan berguna bagi komunitas perawat di mana saja berada. Ok, langsung saja, inilah makalahnya....
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KARDIOMIOPATI
Oleh :
Saverinus Suhardin,dkk
A. PENGERTIAN
Kardiomiopati
adalah setiap penyakit atau cedera pada jantung yang tidak berhubungan dengan
penyakit arteri koroner, hepertensi, atau malformasi congenital. Kardiomiopati
dapat terjadi setelah suatu infeksi jantung, akibat penyakit otoimun, atau
setelah individu terpajan toksin tertentu, termasuk alcohol dan banyak obat
anti kanker. Kardiomiopati dapat terjadi secara idiopatik. (Corwin, 2009).
Kardiomiopati adalah suatu penyakit miokardium
yang menyerang otot jantung (miokard) dan penyebabnya tidak diketahui. Akan
tetapi, hampir pada setiap penyakit, miokardium jantung dapat turut berubah secara
berangsur-angsur. Begitu juga pada penyakit jantung bawaan atau yang didapat, bisa
menyebabkan terjadinya hipertrofi otot jantung. Berbagai keadaan ekstrakardial,
misalnya: anemia, tirotoksikosis, beri-beri, infeksi, dan berbagai penyakit
sistemik seperti lupus eritematosus diseminata, dan periarteritis nodosa dapat
mempengaruhi miokard. (Muttaqin, 2009).
B. KLASIFIKASI
Menurut
Goodwin, berdasarkan kelainan pathofisiologinya, terbagi atas terbagi
atas kardiomiopati kongestif/dilatasi, kardiomiopati hipertrofik , dan kardiomiopati restriktif. (Mansjoer,
et.al 2000).
1. Kardiomiopati
dilatasi/kongsetif
Penyakit
miokard yang ditandai dengan dilatasi ruangan-ruangan jantung dan gagal jantung
kongestif akibat berkurangnya fungsi pompa sistolik secara progresif serta
meningkatkan volume akhir diastolic dan sistolik.
2. Kardiomiopati
hypertrofi
Suatu
penyakit dimana terjadi hypertrofi septum interventrikular secara berlebihan
aliran darah keluar dari ventrikel kiri terhambat.
3. Kardiomiopati
restriktif
Suatu
penyakit dimana terjadi kelainan komposisi miokardium sehingga menjadi lebih
kaku sehingga pengisian kapiler kiri terganggu, mengurangi curah jantung, dan
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri.
C. ETIOLOGI
Sebagian besar penyebab kardiomiopati tidak
diketahui ada beberapa sebab yang diketahui antara lain: infeksi berbagai
mikroorganisme toksik seperti etanol: metabolic misalnya pada buruknya gizi dan
dapat pula diturunkan. (Muttaqin, 2009).
Goodwin dalam Mansjoer, et.al 2000, membagi etiologi berdasarkan klasifikasi
kardiomiopati yaitu sebagai berikut:
1. Kardiomiopati
dilatasi/kongsetif: etiologinya sebagian besar tidak diketahui, namun mungkin
berhubungan dengan virus, penggunaan alcohol yang berlebihan,penyakit
metabolic,kelainan gen dan sebagainya.
2. Kardiomiopati
hypertrofi : Penyebabnya tidak diketahui namun sebagian diturunkan secara
autosom dominan.
3. Kardiomiopati
restriktif : etiologinya penyakit-penyakit yang menginfiltrasi miokardium, seperti amiloidosis
hemokromatisis, sarkoidosis, dan sebagainya.
D. PATOFISIOLOGI
(Smeltzer,
2001).
Miopati
merupakan penyakit otot. Kardiomiopati merupakan sekelompok penyakit yang
mempengaruhi struktur dan fungsi miokardium.
Kardiomiopati
digolongkan berdasar patologi, fisiologi dan tanda klinisnya. Penyakit ini
dikelompokkan menjadi (1) kardiomiopati dilasi atau kardiomiopati kongestif;
(2) kardiomiopati hipertrofik; (3) kardiomiopati restriktif. Tanpa
memperhatikan kategori dan penyebabnya, penyakit ini dapat mengakibatkan gagal
jantung berat dan bahkan kematian.
Kardiomiopati
dilasi atau kongistif adalah bentuk kardiomiopati yang paling sering terjadi.
Ditandai dengan adanya dilasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan
penipisan dinding otot, pembesaran
atrium kiri, dan stasis darah dalam ventrikel. Pada pemeriksaan
mikroskopis otot memperlihatkan berkurangnya jumlah elemen kontraktil serat
otot. Komsumsi alkohol yang berlebihan sering berakibat berakibat kardiomiopati
jenis ini.
Kardiomiopati
hipertrofi jarang terjadi. Pada kardiomiopati hipertrofi, massa otot jantung
bertambah berat, terutama sepanjang septum. Terjadi peningkatan ukuran septum
yang dapat menghambat aliran darah dari atrium ke ventrikel; selanjutnya,
kategori ini dibagi menjadi obstruktif dan nonobstruktif.
Kardiomiopati
restritif adalah jenis terakhir dan kategori paling sering terjadi. Bentuk ini
ditandai dengan gangguan regangan
ventrikel dan tentu saja volumenya. Kardiomiopati restriktif dapat dihubungkan dengan amiloidosis (dimana
amiloid, suatu protein, tertimbun dalam sel) dan penyakit infiltrasi lain.
Tanpa
memperhatikan perbedaannya masing-masing, fisiologi kardiomiopati merupakan
urutan kejadian yang progresif yang diakhiri dengan terjadinya gangguan pemompaan ventrikel kiri. Karena
volume sekuncup makin lama makin berkurang, maka terjadi stimulasi saraf
simpatis, mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik. Seperti
patofisiologi pada gagal jantung dengan berbagai penyebab, ventrikel kiri akan
membesar untuk mengakomodasi kebutuhan yang kemudian juga akan mengalami
kegagalan. Kegagalan ventrikel kanan biasanya juga menyertai proses ini.
PATHWAY
(Muttaqin, 2009).
E. MANIFESTASI
KLINIS (Smeltzer, 2001).
Kardiomiopati
dapat terjadi pada setiap usia dan menyerang pria maupun wanita. Kebanyakan
orang dengan kardiomiopati pertama kali datang dengan gejala dan tanda gagal
jantung. Dispnu saat beraktifitas, parosikmal nokturnal dispnu (PND), batuk,
dan mudah lelah adalah gejala yang pertama kali timbul. Pada pemeriksaan fisik
biasanya ditemukan kongesti vena sistemik, distensi vena jugularis, pitting
edema pada bagian tubuh bawah, pembesaran hepar, dan takikardi.
F. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK (Muttaqin, 2009).
Pemeriksaan
diagnostic yang biasanya dilakukan adalah sebagai berikut:
1.
Foto toraks, pada
kardiomiopati dilatatif akan didapatkan kardiomegali dan edema paru
2.
EKG akan tampak left
ventrikel hypertropi pada jenis kardiomiopati hipertrofi
3.
Ekokardiografi: dapat dilihat
adanya dilatasi, penebalan pada jantung
G. PENATALAKSANAAN
(Corwin,
2009).
1. Pembatasan
garam dan pemberian diuretic dilatasi
untuk mengurangi volume diastolic akhir. Terapi yang lain untuk gagal jantung
mungkin diperlukan.
2. Diberikan
antikoagulan untuk mencegah pembentukan embolus. Sebagai contoh, warfarin,
heparin, dan obat baru, ximelagatran. Temuan terbaru memperlihatkan bahwa
ximelagatran memiliki efek samping lebih sedikit dibandingkan obat lain dan
pemantauan mungkin tidak diperlukan sebagai obat keras. Ximelagataran sedikit
diketahui berinteraksi dengan makanan atau obat
lain.
3. Penyekat
beta diberikan untuk kardiomiopati hipertrofik dengan tujuan menurunkan
kecepatan denyut jantung, sehingga waktu pengisian diastolic meningkat. Obat –
obat ini juga mengurangi kekakuan
ventrikel.
4. Dapat
diusahakan reseksi bedah pada bagian
miokardium yang mengalami hepertrofi.
5. Penyekat
saluran kalsium tidak digunakan karena dapat semakin menurunkan konraktilitas
jantung.
H. KOMPLIKASI
(Corwin,
2009).
1. Dapat
terjadi infark miokard apabila kebutuhan oksigen ventrikel yang menebal tidak
dapat dipenuhi.
2. Dapat
terjadi gagal jantung pada kardiomiopati dilatasi apabila jantung tidak mampu
memompa keluar darah yang masuk.
I. ASUHAN
KEPERAWATAN (Muttaqin, 2009).
1. Pengkajian
Kardiomiopati kongestif pada fase lanjut
terjadi gagal jantung akibat kegagalan ventrikel kiri dengan manifestasi
penurunan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, dan pada kompensasi akhir
bisa mengganggu ventrikel kanan dengan manifestasi emboli sistemik dan paru. Sering
didapat adanya keluhan dispnea, nyeri dada, cepat lelah, palpitasi dan sinkop.
2. Diagnose
Keperawatan
Berdasarkan patofisiologi dan dari data
pengkajian, diagnosis keperawatan utama untuk klien ini adalah:
a.
Aktual/resiko tinggi pola
napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal,
kelebihan cairan di paru
b.
Aktual/resiko tinggi gangguan
perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung
c.
Intoleransi aktivitas yang
berhubungan dengan keletihan, kelemahan fisik
d.
Cemas berhubungan dengan rasa
takut akan kematian, penurunan status kesehatan, situasi krisis, ancaman, atau
perubahan kesehatan
e.
Resiko ketidakpatuhan
terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau menerima perubahan
pola hidup yang sesuai
3. Rencana/intervensi
Keperawatan
Tujuan utama mencakup mencegah mengurangi
resiko penurunan curah jantung, meningkatkan kemampuan perawatan diri,
mengurangi cemas, menghindari salah paham terhadap sifat dasar penyakit dan
perawatan yang diberikan, mematuhi program perawatan dini dan mencegah
komplikasi
1) Aktual/resiko
tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder akibat edema paru akut.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi
perubahan pola napas
Kriteria : Klien tidak sesak napas, RR dalam batas
normal16-20 kali/menit, respon batuk berkurang
Intervensi
|
Rasional
|
1. Auskultasi
bunyi napas (kreakles)
|
Indikasi udema paru sekunder akibat
dekompensasi jantung
|
2. Kaji
adanya udema
|
Curiga gagal kongestif/ kelebihan volume
cairan
|
3. Ukur
intake dan output
|
Penurunan curah jantung mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan pengeluaran urine
|
4. Timbang
berat badan
|
Perubahan tiba-tiba dari berat badan
menunjukan gangguan keseimbangan cairan
|
5. Pertahankan
pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam intoleransi kardiovaskuler
6. Kolaborasi:
a. Berikan
diet tanpa garam
|
Memenuhi kebutuhan tubuh orang dewasa, tetapi
memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung
Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja
jantung dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat
|
b. Berikan
diuretic, Contoh; furosemide, sprinolakton, hidronolakton.
|
Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume
plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga menurunkan resiko
terjadinya udema paru
|
c. Pantau
data laboratorium elektrolit kalium
|
Hipokalemia
dapat membatasi keefektifan terapi
|
2) Aktual/resiko
tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam perfusi perifer meningkat
Kriteria : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam
batas normal, CRT<3 detik, urine > 600 ml/ hari
Intervensi
|
Rasional
|
1. Auskultasi
TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau
berdiri bila memungkinkan
|
Hipotensi dapat terjadi karena disfungsi ventrikel. Hipertensi
juga fenomena umum yang berhubungan dengan nyeri cemas, sehingga terjadi
pengeluaran katekolamin
|
2. Kaji
warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur.
|
Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
|
3. Kaji
kualitas peristaltik, jika diperlukan pasang sonde
|
Mengetahui pengaruh hipoksia terhadap fungsi saluran cerna serta
dampak penurunan elektrolit.
|
4. Kaji
adanya kongesti hepar pada abdomen kanan atas
|
Sebagai dampak gagal jantung kanan. Jika berat, akan ditemukan
adanya tanda kongestif
|
5. Pantau
urine output
|
Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine,
pemantauan yang ketat pada produksi urine
< 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik
|
6. Catat
murmur
|
Menunjukan
gangguan aliran darah dalam jantung, kelainan katub, kerusakan septum, atau
fibrasi otot papilar.
|
7. Pantau
frekuensi jantung dan irama
|
Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan komplikasi
distritmia
|
8. Berikan
makanan kecil /mudah dikunyah, batasi asupan kafein.
|
makanan besar dapat meningkatkan kerja miokard. Kafein dapat merangsang
langsung ke jantung, sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
|
9. Kolaborasi:
·
Pertahankan cara masuk
heparin ( IV) sesuai indikasi.
|
Jalur yang paten penting untuk pemberian obat darurat.
|
3) Intoleransi
aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke
jaringan dengan kebutuha sekunder akibat penurunan curah jantung.
Tujuan : Aktivitas sehari-hari klian terpenuhi dan meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Kriteria : Klien menunjukan kemampuan beraktivitas
tanpa gejala-gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
Intervensi
|
Rasional
|
1. Catat
frekuensi jatung, irama; serta perunahan tekanan darah selama dan sesudah
aktivitas
|
Respon klien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen miokard.
|
2. Tingkatkan
istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
|
Menurunkan kerja miokard / konsumsi oksigen
|
3. Anjurkan
klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya: mengejan saat
defekasi.
|
Dengan mengejan dapat mengakibatkan
bradikardi, menurunkan curah jantung takikardi, serta peningkatan TD
|
4. Jelaskan
pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Contoh: Bangun dari kursi
bila tak ada nyeri, ambulasi,dan istirahat selama 1 jam setelah makan.
|
Aktivitas yang maju memberikan control
jantung, meningkatkan regangan, dan mencegah aktivitas berlebihan.
|
5. Pertahankan
klien tirah baring sementara sakit akut.
|
Untuk mengurangi beban jantung.
|
6. Tingkatkan
klien duduk di kursi dan tinggikan kaki klien
|
Untuk meningkatkan aliran vena balik
|
7. Pertahankan
rentang gerak pasif selama sakit kritis
|
Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu
aliran vena balik.
|
8. Evaluasi
tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.
|
mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan
aktivitas.
|
9. Berikan
waktu istirahat diantara waktu aktivitas
|
Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh
dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.
|
10. Pertahankan
penambahan O2 sesuai.
|
Untuk meningkatkan oksigen jaringan.
|
11. Selama
aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi napas, serta
keluhan subyektif
|
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi
jantung.
|
12. Berikan
diet sesuai kebutuhan ( pembatasan air dan Na)
|
Untuk mencegah retensi cairan dan udema
akibat penurunan kontraktilitas jantung
|
13. Rujuk
ke program rehabilitasi jantung
|
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
pemakaian miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan karena iskemia.
|
4) Cemas
yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau perubahan
kesehatan.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam
kecemasan klien berkurang
Kriteria : Klien menyatakan kecemasan berkurang,
mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi
|
Rasional
|
1.Bantu
klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
|
Cemas berkelanjutan
memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.
|
2.Kaji
tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping klien, dan lakukan tindakan
bila menunjukan perilaku merusak.
|
Reaksi verbal/non verbal
dapat menunjukan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
|
3.Hindari
konfrontasi
|
Konfrontasi dapat
meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama dan mungkin memperlambat
penyembuhan.
|
4.Mulai
melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
|
Mengurangi rangsangan
eksternal yang tidak perlu.
|
5.Tingkatkan
control sensasi klien
|
Kontrol sensasi klien
(dalam menurunkan ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan
klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping ( pertahanan
diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan,
serta memberikan respon umpan balik yang positif
|
6.Orientasikan
klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
|
Orientasi dapat emnurunkan
kecemasan
|
7.Beri
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan ansietasnya.
|
Dapat menghilangkan
keteganggan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
|
8.Berikan
privasi untuk klien dan orang terdekat
|
Memberi waktu untuk
mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.
|
9.Kolaborasi:
·
Berikan anti cemas sesuai
indikasi: Diazepam
|
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan
|
5) Resiko
kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan aturan terapeutik, tidak mau
menerima pola hidup yang sesuai.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam
klien mengenal fakto-faktor yang menyebabkan peningkatan resiko kekambuhan.
Kriteria: Klien secara
subyektif menyatakan bersedia dan termotivasi untuk melakukan aturan terapeutik
jangka panjang dan mau menerima perubahan pola hidup yang evektif, klien mampu
mengulangi factor-faktor resiko kekambuhan
Intervensi
|
Rasional
|
1.
Identifikasi factor yang
mendukung pelaksanaan terapeutik
|
Keluarga
terdekat apakah suami/istri atau anak yang mampu mendapat penjelasan dan
menjadi pengawas klien dalam menjalankan pola hidup yang efektif selama klien di rumah dan memiliki waktu
yang optimal dalam menjaga klien
|
2.
Berikan penjelasan
penatalaksanaan terapeutik lanjutan
|
Setelah
mengalami serangan akut, perawat perlu menjelaskan penatalaksanaan lanjutan
dengan tujuan dapat:
·
Membatasi progresivitas kegagalan
jantung ;
·
Meningkatkan perawatan
diri;
·
Menurunkan kecemasan
·
Mencegah aritmia dan
komplikasi.
|
3.
Menyarankan kepada keluarga
agar memanfaatkan sarana kesehatan di masyarakat
|
Memudahkan
klien dalam memonitor status
kesehatannya
|
4.
Ajarkan strategi menolong
diri sendiri
·
Anjurkan untuk memantau
berat badan pada saat bangun tidur sebelum makan pagi,dengan pakaian yang
sama dan dengan timbangan yang sama.
·
Melaporkan peningkatan
berat badan yang melebihi 1,5 kg dalam 1 minggu ( tanpa perubahan pola makan)
|
Peningkatan
berat badan merupakan factor yang meningkatkan beban jantung dalam melakukan kontrasi
|
5.
Mengikuti latihan fisik
rutin
|
Latihan
fisik rutin secara bertahap memberikan adaptasi pada ventrikel kiri dalam
melakukan kompensasi kebutuhan suplai darah otot rangka.
Exertion.
Aktivitas yang berlebihan dapat menjadi presipitasi serangan angina kembali.
Klien dianjurkan untuk megurangi kualitas dan kuantitas kegiatan fisik dari
yang biasa klien lakukan sebelum keluhan gagal jantung.
|
6.
Beri penjelasan tentang
·
Pemakaian obat
nitrogliserin
|
Minum
obat nitrogliserin( venodilatasi perifer dan koroner) 0,4-0,6 mg tablet
secara sublingual 3-5 menit sebelum melakukan aktivitas dengan tujuan untuk
mengantisipasi serangan angina. Klien dianjurkan untuk selalu membawa obat
tersebut setiap keluar rumah walaupun klien tidak merasakan gejala dari
angina.
|
·
Hindari merokok
|
·
Merokok akan meningkatkan
adhesi trombosit yang merangsang pembentukan thrombus pada arteri koroner.
·
Hemoglobin lebih mudah
berikatan dengan karbonmonoksida dibandingkan dengan oksigen, sehingga akan
menurunkan asupan oksigen secara umum.
·
Nikotin dan tar mempunyai
respon terhadap sekresi hormone vasokonstriktor, sehingga akan meningkatkan
beban kerja jantung
|
·
Pendidikan kesehatan diet
|
Konsumsi
banyak makan garam merupakan salah satu factor presipitasi serangan sesak
napas dan edema ekstremitas.
Aktivitas
yang dilakukan setelah makan yang cukup banyak dapat meningkatkan resiko
angina. Klien dianjurkan agar beraktifitas setelah paling kurang 1 jam
setelah makan. Pemberian makan sedikit tapi sering akan mempermudah saluran
pencernaan dalam mencerna makanan sangat dianjurkan pada klien setelah
mengalami serangan angina
|
·
Manuver dinamik
|
Klien
dianjurkan untuk menghindari manuver dinamik seperti: berjongkok, mengejan,
dan terlalu lama menahan napas yang merupakan factor presipitasi timbulnya
angina. Dalam melakukan defekasi klien dianjurkan pemberian laxantia agar
dapat mempermudah pola defekasi klien.
|
·
Pendidikan kesehatan sex
|
Jika
berhubungan sex merupakan salah satu factor presipitasi angina pada
klien,maka sebelum amlakukan aktivitas seksual klien dianjurkan untuk meminum
obat nitrogliserin atau sedative atau keduanya. Pengaturan sedikit aktivitas
fisik pada klien dalam melakukan aktifitas seksual dapat dijelaskan pada
pasangannya.
|
·
Stres emosional
|
Serangan
sesak napas dari gagal jantung kiri lebih sering terjadi pada klien yang
mengalami kecemasan, ketegangan,serta eforia atau kegembiraan yang
berlebihan. Pemberian obat sedatif ringan seperti diazepin dapat mengurangi
respon lingkungan yang member dampak stress emosional. Klien dianjurkan untuk
melakukan curah pendapat dengan perawat dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.
|
7.
Beri dukungan secara
psikologis
|
Dapat
membantu meningkatkan motivasi klien dalam mematuhi apa yang telah diberikan
penjelasan.
|
4. Implementasi
Implementasi
dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Hasil
yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung adalah sebagai
berikut:
a. Menunjukan
peningkatan curah jantung : tanda-tanda vital kembali normal
b. Tidak
ada keluhan sesak napas
c. Terhindar
dari resiko penurunan perfusi perifer yaitu:
1) Tidak
terjadi kelebihan volume cairan
2) Tidak
sesak
3) Udema
ekstremitas tidak terjadi
d. Terpenuhinya
aktivitas sehari-hari
e. Menunjukan
penurunan kecemasan
1) Memahami
penyakit dan tujuan perawatannya
2) Mematuhi
semua aturan medis
3) Mengetahui
kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya berubah
f. Memahami
cara mencegah komplikasi dan menujukan tanda-tanda bebas dari komplikasi yaitu:
1) Menjelaskan
proses terjadinya gagal jantung
2) Menjelaskan
alasan tindakan pencegahan komplikasi
g. Mematuhi
program perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,
Elizabeth J. (2009). Patofisiologi: Buku
Saku. Ed.3 Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. et.al .(2000). Kapita Selekta kedokteran. Ed.3 Jakarta;
Media aesculapius
Muttaqin, Arif. (2099). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8 Jakarta: EGC
0 Komentar