Berpergian dengan Garuda Indonesia |
Semasa SD, melihat pesawat yang melintas jauh di awan, senangnya bukan main. Kami biasanya mendongak ke langit sampai pesawat itu benar-benar hilang dari pandangan. Kadang kami berteriak: "Oe pesawat, pau koe seng ta....!!!" (Pesawat, tolong jatuhkan uang !).
Mengetahui ada orang di kampung naik pesawat, bisa jadi pembicaraan banyak orang. Heboh dan diceritakan berulang-ulang. Kami yang masih anak-anak akhirnya berhasrat bisa naik pesawat juga.
Lulus SMA adalah waktu yang ditunggu-tunggu. Sebab, saat itu sebagian besar orang yang mau kuliah harus datang di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Malang, Makassar, Kupang, dan sebagainya. Karena cukup jauh, peluang untuk naik pesawat itu sangat besar.
"Kalau kamu mau kuliah di Makassar, maka kamu naik Tilong Kabila (kapal laut) saja. Tapi kalau kuliah di Kupang, berarti bisa naik pesawat terbang", itulah pilihan yang diberikan orang tua saya saat itu. Tentu saja saya memilih ke Kupang.
Meski agak-agak gugup karena baru pertama kali, saya berusaha tenang. Saya menikmati setiap detik perjalanan tersebut. Saya perhatikan betul bagaimana petugas keamanan dan check-in di bandara melakukan tugasnya. Begitu pula saat tiba di pesawat, gerak-gerik pramugari tidak lepas dari pandangan saya. Selain ramah, mereka cantik-cantih. Duh, rasa gugup seolah-olah lupa. Memang penting juga ada pramugari cantik di pesawat, biar bisa mengalihkan perhatian dari perasaan gugup atau cemas.
Saya perhatikan betul-betul saat pramugari menjelaskan petunjuk keselamatan. Saya ambil buku petunjuknya untuk dibaca baik-baik. Petunjuk keselamatan memang penting, dimaksudkan agar semua orang waspada. Tapi, bagi saya saat itu merasa peringatan itu seperti mangatakan naik pesawat itu harus siap-siap menghadap bahaya. 50:50 antara selamat atau tidak.
Saya pejamkan mata saat take-of, untuk merasakan bagaimana pengalaman guncangan. Setelah merasa stabil, saya membuka mata. Wah, luar biasa. Pemandangan di langit dan daratan serta lautan di bawah sungguh mengagumkan.
Waktu landing tiba, saya juga berusaha merasakan sensasinya. Bersyukur, tiba di Kupang saat itu dengan aman dan nyaman. Saya terus memperhatikan proses selanjutnya. Bagaimana prosedur mengambil bagasi hingga keluar dari bandara. Itulah serangkaian pengalaman yang berusaha saya ingat terus-menerus.
Hidup terus berlanjut. Kebutuhan mesti dikebut. Itulah yang membuka peluang naik pesawat berikutnya. Memang tidak sering-sering amat, paling tidak sudah lebih dari 10 kali hingga saat ini. Pengalaman itu membuat saya tahu, ternyata meski sama-sama terbang, pelayanan tiap maskapi dan kelas penumpang ternyata berbeda-beda. Kalau saya, tentu saja selalu menggunakan maskapai yang termurah harga tiketnya (LCC), kelas ekonomi. Sedih.
Menurut cerita dari orang-orang yang sering berpergian dengan berbagai jenis pesawat, pelayanan lebih baik itu maskapai Garuda Indonesia. Saya coba cek harga tiket online, harganya bisa 2 x lipat dari maskapai yang sering saya gunakan. Sudah, lupakan saja.
Beberapa bulan lalu, kesempatan itu akhirnya datang juga. Saya berkesempatan mengikuti kegiatan sebagai utusan dari tempat kerja. Tentu saja biaya perjalanan ditanggung kantor. Kegiatannya di Bali. Sewaktu pulang ke Kupang, kami bebas menentukan maskapai apa saja, asalkan tetap kelas ekonomi. Tentu saja kami memilih Garuda Indonesia saat itu.
Ruang tunggu bagi penumpang Garuda Indonesia di Bandara Ngurah Rai juga dikhususkan. Ruangan lebih lapang dan kursinya lebih empuk. Kalau bosan menunggu, tersedia bahan bacaan di sana. Saya tidak berhenti berdecak kagum. Saya juga tidak berhenti foto-foto di sana.
Saat boarding tiba, kami melewati lorong khusus menuju pintu pesawat. Lorong itu menjembatani ruang tunggu bandara dengan pesawat. Tidak perlu panas-panas jalan di luar. Begitu tiba di pintu pesawat, kami disambut dengan ramah oleh pramugari cantik. Teduh rasanya melihat yang cantik-cantik. Kami juga dipersilakan mengambil koran secara gratis. Ada tiga media yang tersedia, koran Kompas, New York Times, Daily News. Saya ambil satu-satu dari jenis yang ada. Totalnya ada 3 koran yang saya bawa terus hingga ke rumah.
Begitu tiba di kursi sesuai boarding pass, saya takjub melihat ada layar LCD. Meski kelas ekonomi, sensasinya tetap eksklusif karena pengalaman pertama. Saya duduk, menggunakan sabuk pengaman, kemudian langsung mencoba hiburan yang ada. Saya pakaikan headset, kemudian foto.
Keberadaan layar TV itu membuat pekerjaan pramugari lebih mudah. Penjelasan tentang keselamatan menggukan video. Setiap penumpang bisa menyaksikan dari layar masing-masing. Selai meringankan kerja pramugari, penjelasan keselamat lewat video lebih menarik dan mudah diikuti tahapannya.
Sepanjang penerbangan saya menikmati film yang tersedia. Seperti lagi di bioskop. Tidak lama kemudian, pramugari datang menanyakan menu makan siang. Begitu pula minumannya, tinggal dipilih mau jus apa ? Seperti lagi di restoran mahal. Jadi, dalam satu wakt saya bisa merasakan 3 pengalaman istimewa: Melintasi udara di langit antara Bali-Kupang, menikmati film bioskop, dan makan di restoran mahal. Luar biasa.
Saya tidak henti meminta bantuan teman seperjalanan untuk foto. Dia bahkan tertawa geli dengan tingkah saya. Tidak peduli. Senang rasanya bisa terbang bersama Garuda Indonesia. Hingga kini, kertas biarding passs masih saya simpan baik-baik.
***
Ķemarin, saya melihat beberapa Vlog di Youtube. Saya langsung tertarik saat melihat Vlog milik Pak Fitra (Baru tahu ternyata beliau pembalap mobil Indoensia), yang berjudul pengalaman First Class-nya Garuda Indonesia. Kelas paling tinggi di maskapai Garuda. Ibaratnya, pengalaman saya menggunakan kelas ekonomi tadi adalah bumi, sedangkan first class itu adalah langit. Tentu saja jauh sekali perbedaanya. Itulah yang membuat saya nonton hingga habis cerita di Vlog tersebut.
Ceritanya, Pak Fitra itu mau ke London, UK. Dia diundang salah satu perusahaan mobil di sana untuk test drive. Semua tiket perjalanan PP ditanggung oleh perusahaan tersebut. Tidak disangka, mereka menyiapkan tiket first class Garuda Indonesia.
Bagaimana pelayanannya ???
Mereka melayani mulai dari rumah penumpang. Kita dijemput dengan Toyota Alphard. Sopirnya gesitt mengangkat bagasi ke mobil. Penumpang tinggal masuk dan duduk nyaman di mobil mewah tersebut. Di sambil tempat duduk, sudah tersedia Equil. Ingat EQUIL kan ? Pernah heboh gara-gara Pak Ahok.
Tiba di bandara, sudah ada personal assistant. Dia melanjutkan pelayanan kepada penumpang. Bagasi dipindahkan ke kereta dorong, lalu diantar ke tempat check-in. Penumpang langsung dipersilakan lounge khusus. Semua urusan check-in, administrasi di imigrasi dilakukan oleh petugas. Pokoknya penumpang berleha-leha saja di lounge.
Fasilitas di lounge juga sangat istimewa. Mau makan dan minum apa saja boleh. Pelayanan yang diberikan super ramah. Kursinya super empuk, dan langsung ada charger buat gadget penumpang. Tersedia juga musik instrumental dari piano yang berbunyi otomatis. Tidak perlu ada pemain, tuts keyboard bisa bergerak sendiri. Luar biasa.
Saat boarding time tiba, penumpang first class diprioritaskan masuk pertama. Dalam pesawat, ada tempat khusus buat mereka. Setiap penumpang disediakan satu bilik per orang. Ruangannya cukup luas. Terdapat kursi yang super empuk, dan bisa diubah menjadi tempat tidur hanya dengan sekali menekan tombol. Ajaib betul.
Pelayanan dalam pesawat betul-betul dimanjakan awak kabin. Begitu duduk di kursi, seorang pramugari datang membawa sendal khusus dan mengatur karpet di lantai tempat kaki kita berpijak. Setiap penumpang dilayani secara istimewa oleh satu pramugrari serta chef yang mengurusi makanan dan minuman.
Sepanjang perjalanan, penumpang bisa makan dan minum saja. Tersedia ratusan menu makanan dan minuman. Kalau butuh, tinggal panggil chef. Dia akan memasak sesuai keinginan.
Kalau mau tidur, beritahu sama pramugari. Kursi duduk diatur menjadi tempat tidur. Kemudian diberi seprei, selimut, bantal kepala, dan bantal guling. Pokoknya fells like home selama penerbangan tersebut.
Penumpang bisa juga bekerja menggunakan laptop di sana. Tersedia jaringan wi-fi dengan koneksi internet super cepat. Bayangkan, kita bisa main facebook selama di pesawat. Hal yang mustahil dilakukan kalau di kelas ekonomi dan maskapai murah.
Sebenarnya tidak perlu saya jelaskan fasilitas hiburannya. Sudah jelas ada, malahan layar lebih lebar lagi. Sambil tidur-tiduran kita bisa menonton film. Semua kebutuhan kita terlayani dengan super baik.
Melihat Vlog tersebut, saya jadinya berharap bisa menikmati perjalanan seperti itu. Tapi, begitu tahu harga tiketnya, saya sampai kesulitan menelan ludah. Bayangkan, harga tiketnya mencapai 144 juta. Cuka minyak betul. Uang segitu sudah bisa beli rumah tipe 36 di RSS Baumata secara tunai.
"Itulah kita manusia, tidak pernah puas dengan apa yang telah diperoleh. Selalu ingin merasakan hal baru dan istimewa", komentar Boros setelah mendengar pengalaman saya tentang pesawat terbang.
"Lasu Boros....!!!"
(Diambil dari tulisan Facebook tgl 23 Feb 2017)
0 Komentar