BEDA PERSEPSI TENTANG SUBSIDI BBM

Pak Jokowi saat mengumumkan pengalihan subsidi BBM

Paska kenaikan harga BBM atau pemerintah lebih menggunakan istilah realokasi subsidi dari yang konsumtif kepada yang lebih produktif, ramai dibicakarang setiap orang. Bahkan, demostrasi di berbagai daerah yang dilakukan oleh berbagai elemen organisasi mewarnai penolakan kebijakan tersebut. Cara berdemo juga bermacam-macam, ada yang membakar ban, berpakaian pocong, aksi mogok, dan lain-lain. Bentrokan antar masa pendemo dan juga pihak keamanan kadang-kadang tidak bisa dihindarkan. Situasinya begitu runyam.
            Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengalihan subsidi BBM (kanaikan harga BBM subsidi) ini, perlu terbuka dengan Anda sekalian bahwa, saya tidak begitu paham mengenai pengelolaan ekonomi makro bangsa Indonesia (fiskal). Itulah sebabnya saya menulis tentang subjek ini 2 hari setelah keputusan itu diberlakukan. Saya perlu membaca berita atau penjelasan-penjelasan langsung dari pemerintah mengenai alasan subsidi BBM dialihkan ke sektor yang lebih produktif, mendengar pendapat dari pakar ekonomi dan pihak terkait yang kompeten. Selain itu, saya juga mencoba mengikuti seperti apa rencana pengelolaan subsidi yang dialihkan ke sektor yang lebih produktif tadi. Setelah memiliki informasi yang cukup komprehensif, barulah hari ini saya berani menulis tentang realokasi subsidi BBM.
            Sejujurnya, tidak ada hal (ide) baru yang dikemukakan di sini. Saya lebih merangkum pendapat dari pemerintah, pakar, dan sumber lain yang terpercaya. Jadi, tanpa saya menulispun, pembaca sudah tahu informasinya jika mengikuti berita secara lengkap mengenai realokasi subsidi BBM ini. Hanya saja, kemarin teman sekampus menantang saya menulis status di FB mengenai kenaikan harga BBM. Mereka tahu saya pendukung Jokowi-JK saat pemilu Presiden kemarin. Seolah-olah mau menyatakan bahwa saya telah mendukung orang yang salah. Itulah juga alasan lain mengapa saya harus menulis tentang subjek ini. Saya akan menjawab tantangan dari teman-teman tadi.



Respon kenaikan harga BBM subsidi.
            Secara pribadi, dan jika saya mementingkan diri sendiri, dengan masih berstatus sebagai mahasiswa kenaikan harga BBM tentu saya tidak setuju karena akan berdampak langsung bagi kehidupan seharian. Saya memiliki sepeda motor yang digunakan sebagai transpotasi ke kampus atau ke tempat lainnya di Surabaya. Sebelumnya harga BBM naik, dengan mengisi premium seharga Rp. 15.000 tangki motor sudah bisa penuh. Sekarang, saya naikan jatah pembelian premium menjadi Rp. 20.000 sehingga kurang lebih bisa memenuhi tangki motor tadi. Kira-kira seperti itulah perubahan nyata yang saya alami. Ada sedikit pengeluaran yang mesti ditambah dari biasanya.
            Mengenai inflasi, atau kenaikan harga barang akibat kenaikan harga BBM belum bagitu saya rasakan. Dalam memenuhi kebutuhan makan, saya langsung membeli ke warung. Tadi malam saya membeli nasi tempe-tahu penyet seharga Rp. 6.000, masih sama seperti sebelum harga BBM naik. Begitu juga kebutuhan dasar lainnya, tidak ada harga yang berubah. Bisa saja hal ini berbeda dengan Anda, tapi seperti itulah yang saya alami.
            Kondisi ini memang cukup berat. Beruntung saya kemudian cepat mencari berbagai informasi lewat berbagai media mengenai alasan realokasi subsidi BBM. Respon masyarakat umum sangatlah variatif, ada yang menolak tidak sedikit pula yang menerimanya secara ikhlas. Setelah merenungi semua informasi (berita) yang ada, penjelasan pemerintah terkait realokasi subsidi tersebut diterima oleh rasio, sehingga saya bisa segera ikhlas menerimanya.
            Penerimaan (acceptance) terhadap kondisi ini memang tidaklah mudah. Setiap orang mempunyai respon yang berbeda. Dalam pengumuman pengalihan subsidi BBM, Pak Jokowi selaku Presiden RI juga sempat mengatakan demikian: “Pasti, akan ada bermunculan pendapat yang setuju dan tidak setuju. Pemerintah sangat menghargai setiap masukan-masukan”.
            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi setiap orang dapat menerima kondisi ini. Salah satu yang paling berpengaruh menurut saya adalah pemahaman seseorang mengenai kondisi ekonomi (ruang fiskal) negera kita saat ini. Biasanya, pakar ekonomi paling tahu dan memahami persoalan ini. Makanya bisa disimak pendapat dari pakar ekonomi yang sepakat dengan pengalihan subsidi tersebut. Satu hal yang mengejutkan, berbeda dengan mahasiswa pada umumnya yang melakukan aksi demonstrasi penolakan kebijakan tersebut, BEM FE UI dan BEM FEB UNPAD malah mendukungnya. Kenapa itu bisa terjadi ? Mereka kuliah di fakultas ekonomi, belajar tentang ekonomi mikro dan makro, memahami kondisi fiskal bangsa, sehingga lebih mampu memahami keputusan pemerintah tersebut. (Baca lebih lanjut di: http://news.detik.com/read/2014/11/19/083733/2752333/10/buat-mahasiswa-yang-demo-coba-disimak-alasan-bem-fe-ui-dan-unpad-dukung-bbm-naik).

Mengapa harus realokasi subsidi BBM ?
            Bagian ini saya hanya akan mengulang informasi yang saya peroleh dari pemerintah dan pakar lainnya terkait alasan pengalihan subsidi BBM.
            Presiden Jokowi menyampaikan alasan pengalihan subsidi BBM untuk sektor yang lebih produktif seperti pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Petikan pidatonya berbunyi demikian: “Selama ini negara membutuhkan anggaran untuk membangun infrastruktur, untuk membangun pendidikan dan kesehatan. Namun, anggaran ini tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM”. Itulah alasan secara umum yang disampaikan Pak Jokowi saat mengumumkan kebijakan tersebut. (bisa saksikan videonya secara lengkap di: https://www.youtube.com/watch?v=-XmpDb0e-Mo)
            Bagi saya, alasan tersebut cukup masuk akal. Bagaimana mungkin kita membangun bangsa Indonesia pada masa depan jika tidak didukung dana yang cukup. Bisa saja kita tetap akan bertahan hidup, tetapi stagnan, tidak bisa melakukan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat secara luas. Pendapat yang sama juga disampaikan beberapa pakar yang relevan dengan masalah ekonomi. Salah satu yang saya kutip di sini adalah pendapat dari Prof. Vincent Gaspersz, seorang pakar manajemen. Dalam dinding FB-nya beliau menulis seperti ini: “Yang kontra terhadap kenaikan harga BBM ibarat seorang anak yang BELUM TAHU bahwa keadaan ekonomi orang tuanya yang TELAH PARAH. Jika kita memperhatikan besaran SUBSIDI dalam RAPBNP 2014 yang berjumlah Rp. 444,86 Trilyun itu, maka akan diketahui bahwa SUBSIDI Energi telah mencapai Rp. 392,13 Trilyun (88,15%) yaitu SUBSIDI BBM+Gas LPG 3kg sebesar Rp. 284,98 Trilyun (64,06%) dan SUBSIDI Listrik sebesar Rp. 107,14 Trilyun (24,09%). Jika harga BBM TIDAK dinaikkan, maka PASTI SUBSIDI 2015 akan SEMAKIN meningkat! Lalu dari mana uangnya?, sedangkan HUTANG Indonesia telah membengkak sehingga menjadi salah satu dari 11 negara penghutang terbesar di dunia. Jika SUBSIDI BBM terus-menerus meningkat, maka SUBSIDI NON-ENERGI (pangan, pupuk, benih, PSO, bunga kredit program, dan pajak) PASTI menjadi MENURUN, dan hal ini akan membuat perekonomian Indonesia dapat menjadi LUMPUH seperti KRISIS ekonomi 1998.” (Anda bisa membacanya secara langsung pada akun FB-nya di: https://www.facebook.com/vincent.gaspersz?fref=nf).

Tindak lanjutnya.
            Lalu, apa selanjutnya yang dapat kita peroleh dari kebijakan tersebut ? Inilah yang paling penting. Saat ini kita boleh bersusah payah sebentar untuk sebuah tujuan kemajuan di masa yang akan datang. Pribahasa usang mungkin berlaku di sini, “Barakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”.
            Tadi sudah saya singgung, secara umum peruntukan pengalihan subsidi BBM adalah untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan. Kemarin malam (18/11/2014), dalam acara Prime Time News di Metro TV menayangkan rencana pemerintah terkait penggunaan dana hasil penghematan subsidi BBM secara lebih rinci. Dengan pengalihan subsidi BBM, pemerintah bisa menghemat hingga 120 triliun mulai tahun depan. Dengan demikian negara memiliki ruang gerak fiskal lebih besar untuk pembangunan sektor produktif. Kompensasi bagi warga miskin atau rentan miskin, pemerintah telah membagikan beberapa kartu ‘sakti’ seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Kelaurga Sejahtera (KKS) dan Kartu Penjaminan Sosial (KPS). Sementara untuk rencana pembangunan infrakstruktur, pemerintah akan membangun jalan baru sepanjang 2.650 km, jalan tol sepanjang 1.000 km, dan perbaikan jalan yang sudah ada sekitar 46.770 km. Bandara baru akan dibangun sebanyak 15, dan penambahan pesawat perintis untuk daerah terpencil sebanyak 20 unit. Rancangan toll laut, akan dibangun pelabuhan baru sebanyak 24 unit, 26 kapal barang, 2 kapal ternak, dan 500 unit kapal untuk rakyat. Akan ditambah pula pelabuhan penyeberangan di 60 lokasi dan tambahan kapal perintis sebanyak 50 unit. Jalur keterta apa akan dibangun lagi sepanjang 3.258 km di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pembangunan transpotasi masa yang cepat (BRT) di 29 kota. Waduk baru akan dibangun sebanyak 30 buah dan 33 PLTA. Bidang energi akan dibangun 2 kilang minyak baru, dan gas bumi untuk 600 ribu nelayan. Pembangunan rusunawa sebanyak 5.257 twinblock, dan fasilitas akses perumahan untuk MBR 2,5 juta rumah tangga. (selengkapnya bisa disaksikan di: https://www.youtube.com/watch?v=sUBHIKhlU10).
            Wow..., bagi saya itu merupakan rencana yang luar biasa untuk kemajuan bangsa kita. Tinggal sekarang bagaimana rencana itu diimplementasikan. Tugas kita adalah mengawal rencana tersebut menjadi kenyataan. Kita perlu bersyukur, pemerintah terbuka mengelolahnya, sangat transparan. Jika tidak dijalankan sebagaimana mestinya, apalagi ada yang korupsi, barulah kita tuntut untuk melepas jabatannya. Selagi mereka memiliki niat baik, tidak ada salahnya kita mendukung. Berhentilah pesimis, optimis saja, masa depan kita akan menjadi lebih baik.
            Jika Anda belum menerimanya, pelan-pelan saja tidak mengapa. Saya yakin, lama kelamaan pikiran kita akan terbuka menerima informasi yang tepat sehingga bisa memahami, kemudian memaklumi lalu mendukung dengan sepenuh hati. Sekian saja tulisan saya kali, kiranya bermanfaat. Salam Sejuta Mimpi....!
Tulisan ini bisa juga dibaca di Blog Kompasiana.

            

Posting Komentar

0 Komentar