Taman Margasatwa Ragunan-Jakarta |
Cetak rekor, 166.769 orang kunjungi Taman Margasatwa Ragunan hari ini. Itulah salah satu judul berita yang diturunkan portal berita online nasional, Kompas.com hari Rabu, 30 Juli 2014. Memang, saat itu -kebetulan saya bersama Ka Ellyn dan Ka Paul termasuk di dalam orang-orang tersebut- pengunjung atau warga yang berkunjung ke sana membludak. Sebenarnya tidak perlu kaget, selain saat itu sedang libur lebaran, menurut informasi, tiket masuk ke taman margasatwa Ragunan lebih murah dibandingkan dengan wahana rekreasi lain yang ada di Jakarta. Mungkin itulah yang menyebabkannya menjadi primadona saat liburan tiba (detikNews.com).
Pengunjung Rela Mengantri
Pembaca blog Sejuta Mimpi, cerita ini merupakan lanjutan kisah perjalanan ke Jakarta selama libur lebaran kemarin. Akan lebih baik -biar nyambung-, Anda perlu membaca tulisan sebelumnya pada blog ini. Itu pun kalau Anda memiliki waktu dan berkenan untuk itu.
Baiklah, kembali ke inti cerita. Kami berangkat dari Bekasi sekitar pukul 09.00, menuju Jakarta dengan bus TransJakarta. Kalau berbicara soal bus ini, pastilah orang di seluruh Indoensia pernah mendengar atau melihatnya di TV. Bagaimana tidak, mulai dari persoalan pengadaan bis yang bermasalah, mesin bus yang cepat berkarat, jalur busway yang sering dilanggar pengemudi, dan masalah lainnya selalu menjadi topik di berbagai media massa akhir-akhir ini. Apalagi selama kepemimpinan Jokowi-Ahok sebagai Gubernur dan Wagub DKI Jakarta, yang selalu memberi perhatiaan pada transportasi publik demi mengurai masalah kemacetan. Tapi, perkara apakah semua orang pernah merasakan sensasi berpergian dengan menggunakan bus tersebut adalah belum tentu juga. Saya merasa beruntung bisa merasakan manfaat bus tersebut.
Kalau dipikir-pikir, saya kira langkah pemerintah dalam membuat jalur khusus bus atau yang disebut busway, dan pengadaan bus TransJakarta dalam melayani jasa transportasi publik sudah sangat tepat, efektif, dan efisien. Pengalaman saya ketika itu menimbulkan kepuasan tersendiri. Coba Anda bayangkan, bus tersebut cukup luas, ber-AC, bersih, dan nyaman. Selain itu, waktu berhenti saat penumpang naik atau hendak turun tidak begitu lama sehingga bisa cepat sampai tujuan. Apalagi bus tersebut memiliki jalan/jalur khusus, sehingga bebas macet. Namun, kadang-kadang ada pula pengemudi nakal yang menggunakan jalur tersebut yang berdampak pada kelancaran transportasi ini.
Saya cukup dilema memikirkan hal tersebut, karena di satu sisi kita meminta pemerintah menyelesaikan permasalahan macet, penyediaan transpotasi umum yang lancar, aman dan nyaman. Lalu, di sisi lain kita -meski bukan seluruhnya- juga tidak mendukung dengan melakukan pelangaran dan hal lain yang menghambat sistem.
Saya (Saver) di jemabatan penyebrangan dari dan ke halte |
Keasyikan saya berpikir (tepatnya menghayal) tetang bus yang kami tumpangi, tidak terasa sudah saatnya kami harus turun. Mohon maaf saya lupa nama haltenya. Tapi, seingat saya, halte tersebut berlokasi dekat atau sebelum patung Jenderal Sudirman. Dari sana, kami meneruskan perjalanan ke halte tempat menunggu bus jurusan Ragunan. Jaraknya tidak begitu jauh, hanya berjalan melewati jembatan khsusus yang menghubungkan halte dengan jalan umum atau halte dengan halte lainnya.
Antrian di halte dengan bus tujaun Ragunan. Tampak seorang Ibu (memegang Hp) adalah salah satu pegawai Trans Jakarta yang mengatur antrian agar tertib. |
Sebelum memasuki halte dengan tujuan Ragunan, terlihat antrean yang cukup panjang. Animo masyarakat berkunjung ke Ragunan saat itu memang sangat tinggi. Kami pun ikut mengantri. Walau sedikit jengkel karena berdesakan, kami tetap bersabar. Begitu juga calon penumpang yang lain. Berutung pegawai TransJakarta yang bertugas di halte tersebut mampu mengatur sistem antri yang baik, sehingga bisa cukup tertib.
Bus TransJakarta tujuan Ragunan pun datang. Kami berusaha secepat mungkin mendapatkan tempat duduk. Beruntung dapat juga tempat duduk yang nyaman. Begitulah kondisi saat penumpang sedang membludak. Kecepatan kita dalam berlari, melompat untuk mendapat tempat duduk dalam bus menjadi sangat penting. Hidup di kota metropolitan seperti Jakarta membutuhkan kecepatan dalam mengahadapi persaingan, bukan saja dalam hal karier, dalam mengejar bus juga meski cekatan. Jika Anda lambat, maka akan ditinggalkan dan ketinggalan. Resiko ditanggung masing-masing. Nilai kepedulian sudah menipis bahkan telah luntur.
Saking padatnya pengunjung hari itu, bus yang kami tumpangi terpaksa haru berhenti di halte sebelum lokasi wisata margasatwa Ragunan. Masih ada dua halte lagi yang seharusnya dilewati agar bisa turun tepat di depan gerbang masuk. Entah disengaja atau tidak, petugas bus mengaku lalu lintas macet total akibat pengunjung yang berseliweran di badan jalan.
Menurut pantuan saya, ternyata masih ada mobil umum yang bisa melewati hingga di depan gerbang kebun wisata Ragunan. Bahkan ada diantara mereka yang menawarkan agar menumpang bersama kendaraan mereka. Tukang ojek juga tidak kalah banyak menawarkan diri. Saat itu, kami memilih jalan kaki biar lebih menikmati ramainya suasana. Di sepanjang jalan pada bagian trotoar sudah dipenuhi oleh PKL-PKL dengan berbagai macam dagangannya. Ada makanan, pakaian, permainan, aksesoris, sovenir, dan masih banyak lagi. Ramai, jalanan padat. Saya pun berkesimpulan, pengemudi bus Transjakarta sudah buat kesepakatan dengan pihak yang menjajakan berbagai jasa di sekitar kawasan taman. Ada unsur sengaja mereka menurunkan penumpang sebelum mencapai halte tujun akhir.
Setibanya di depan
gerbang masuk, kaki terasa pegal. Ternyata jarak kami berjalan cukup jauh.
Tapi, tak apalah, demi kebahagiaan bisa melihat kebun binatang pertama yang ada
di Indonesia, apapun resikonya mesti dihadapi. Menurut sejarahnya, kebun
binatang ini didirikan pada tahun 1864. Awalnya bernama Planten En
Dierentium yang berarti "tanaman dan kebun binatang" dan
berlokasi di Cikini, Jakarta Pusat kemudian diubah lagi namanya menjadi Kebun
Binatang Cikini pada tahun 1949. Lalu, pada tahun 1963 dipindahkan ke
kawasan Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan hingga sekarang. Taman
Margasatwa Ragunan diresmikan pada 22 Juni 1966, oleh Gubernur DKI Jakarta saat
itu, Ali Sadikin. (Wikipedia)
Seperti biasanya, sebelum memasuki sautu tempat wisata kita mesti membeli tiket dulu. Seperti informasi sebelumnya, tiket masuk cukup murah. Sangat terjangkau bagi semua kalangan. Tidak heran jika pendatang begitu banyak menikmati liburan di sana.
Inilah sarana kerkeliling (Kereta) yang praktis di Ragunan |
Begitu melewati gerbang pemeriksaan tiket masuk, kami menyepakati untuk mencari sarana transpotasi yang melayani perjalan mengelilingi kebun binatang tersebut.Tidak mungkin hanya dengan bermodalkan jalan kami mengelilingi taman seluas 140 hektar dengan jumlah spesies 295. Bisa mampus nantinya.
Antri, menunggu giiran naik kereta |
Para pengunjung sedang menikmati indahnya Taman Ragunan |
Naik kereta mengeliligi taman Ragunan sangatlah seru dan menarik. Sepanjang jalan dipenuhi pengunjung. Banyak juga pengunjung yang menggelar tikar di antara pepohonan sambil beristirahat, menikmati makan siang, bercama bersama keluarga, bermain, dan aktivitas lainnya. Penjaja makanan dan minuman ringan juga berseliweran di sana. Saya yakin, mereka bisa memperoleh omzet yang lumayan hari itu.
Berbagai aktivitas pengunjung dan pedagang |
Akibat terlalu banyaknya pengunjung, kami merasa kurang begitu nyaman berada lama-lama di sana. Setelah megitari taman dengan kereta, kami pun memutuskan untuk pulang. Kami, terutama saya, sangat puas bisa melihat dan merasakan sensasi ramainya pengunjung. Satu lagi hal terpenting, saya juga sudah menjadi bagian dari pemecah rekor pengunjung terbanyak ke Kebun Binatang Ragunan. Hal ini tentunya menjadi sebuah cerita, sejarah yang tidak akan terlupakan.
"Selfie" di dalam kereta |
Sekian saja tulisan kali ini, nantikan terus kisah selanjutnya. Salam Sejuta Mimpi...!!!
2 Komentar
Kunjungan awal gan, semangat untk postinganya......
BalasHapusMakasih bro... Saya usahakan lakukan kunjugan balik, hehehehe
HapusSalam semangat ngeblog...