Papan informasi dekat gerbang masuk Bosscha |
24 Januari
2015, hari yang luar biasa. Meskipun sedikit capek, namun saya puas bisa
mengunjungi beberapa tempat wisata sekaligus. Seperti cerita sebelumnya, saya
mengunjungi Tangkuban Parahu (baca di sini), saat pulang ke Bandung singgah
makan siang dulu di Floating Market Lembang (baca di sini), dan mengunjungi
Observatorium Bosscha.
Saat pulang menunju Kota Bandung,
tiba-tiba Lalonk ingin menunjukkan saya tempat peneropongan bintang yang sudah
sangat terkenal, yaitu Observatorium Bocccha. Karena Lalonk juga baru pertama
kali ke sana, dia belum tau akses jalan masuknya. Saat menanyakan pada
penjual di pinggir jalan, ternyata kami
sudah melewati cukup jauh dari cabang jalan masuk. Kami tidak menyerah. Lalonk
memutar kembali arah sepeda motornya menuju Bosscha.
![]() |
Lalonk, di gerbang masuk Bosscha |
Observatorium Bosscha
Sedikit informasi mengenai tempat
ini saya dapatkan dari Lalonk dan membaca Wikipedia. Disebutkan bahwa, tempat
ini merupakan pusat peneropongan bintang tertua di Indonesia. Dinamakan
‘Bosscha’ untuk menghargai usaha sang pengusaha kaya asal Belanda yang
menggalang dana pembangunan observatorium. Nama lengkapnya Karel Albert Rudolf
Bosscha.
![]() |
Monumen Bossscha |
Konstruksi bangunan sudah dimulai
tahun 1923, dan pada tahun 1925 (2 tahun kemudian), pengamatan bintang sudah
mulai dilakukan. Pada tahun 1933, barulah melakukan publikasi internasional
hasil penelitian di Observatorium Bosscha. Setelah Indonesia merdeka, tepatnya
pada tahun 1951, Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda menyerahkan pada pemerintahan
Indonesia yang kemudian dikelola ITB setelah berdiri tahun 1959. Selangkapnya
bisa baca di sini.
Lokasi Syuting Film Pertualangan Sherina
Observaorium Bosscha sebenarnya
bukanlah tempat wisata. Di sana merupakan tempat mengobservasi bintang-bintang
untuk keperluan ilmu pengetahuan. Seharusnya, ilmuwan atau para pelajar ilmu
astronomi saja yang layak masuk ke sana. Kenyataannya, masyarakat awam juga
banyak yang tertarik mengunjungi tempat itu. Selain pemandangan yang indah
-ditumbuhi hutan cemara-, lokasi tersebut juga pernah menjadi tempat syuting
film “Pertualangan Sherina”.
![]() |
Lalonk, di depan gedung Bosscha |
Film itu dulu sangat booming pada tahun 2000-an. Saya masih
ingat, itulah film andalan saat masih SD. Waktu itu, dikampung saya yang
memiliki VCD/DVD player tidaklah
banyak. Di rumah kami tidak ada, kecuali saat berkunjung ke rumah Kakek,
barulah saya bisa menonton dengan alat tersebut.
Tinggal dalam keluarga yang sangat protektif, tontonan yang boleh bagi saya
saat itu hanyalah ‘Warkop DKI’ dan ‘Pertualangan Sherina’ tadi. Sementara
film-film lain, kebanyakan tidak diputar saat saya dan anak-anak lain masih
terjaga. Karena koleksi film khusus anak-anak tidak banyak, akhirnya film tadi
diputar berulang-ulang. Jika tidak salah, film ‘Pertualangan Sherina’ saya
nonton lebih dari 20 kali. Sampai-sampai semua lagu sepanjang film beserta
dialognya saya hafal saat itu dulu.
Lalonk menerangkan kembali pada saya, kalau film itu dulu disyuting di
Lembang, dan beberapa adegan dimainkan di gedung Obseravatorium Bosscha. Saya
kemudian mencoba recall ingatan masa
lalu, khususnya tentang jalan cerita film Sherina. Meski tidak semuanya ingat,
paling tidak saya akhirnya sadar, di Bosscha merupakan tempat Sherina bersama
sahabatnya melihat bintang. Tanpa sengaja mereka masuk ke sana, akibat lari
dari pengejaran para komplotan penjahat.
![]() |
Salah satu gedung Obseravatorium Bosscha, lokasi syuting film Sherina |
Mungkin karena film itulah yang membuat Bosscha semakin terkenal. Apalagi
pemerintah Indonesia menetapkan sebagai Benda Cagar Budaya pada tahun 2000,
lalu tahun 2008 dinyatakan sebagai objek vital nasional yang harus diamankan.
Makanya tidak heran kalau masuk ke sana tidak bisa seenaknya saja. Saat
saya dan Lalonk tiba, waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Apalagi hari Sabtu,
sudah tentu semua pegawai sedang berlibur (Obervatorium Bosscha ditutup).
Beruntung, gerbang utamanya tidak ditutup dan satpam masih standby menjaga di sana. Kami harus meningalkan KTP di pos
penjagaan sebagai jaminan keamanan. Kami diizinkan masuk ke dalam kompleks
untuk foto-foto, kecuali masuk ke dalam gedung observasi. Meski begitu, kami
tetap senang. Bisa berfoto di dalam kompleks saja sudah sangat cukup bagi saya.
Masalah meneropong bintang, biarlah itu dilakukan oleh ilmuwan atau mahasiswa
astronomi.
![]() |
Hutan cemara yang rindang |
Dari pintu masuk, kita disambut oleh rindangnya hutan pohon cemara. Terdapat
bangunan dengan berbagai ukuran. Bentuk bangunan sangat unik, masih
mempertahankan desain zaman dulu. Justru disitulah letak daya tariknya, kita
bisa melihat dan mengetahui seperti apa bentuk bangunan pada masa itu dulu. Pada
setiap bangunan diberi papan nama sesuai fungsinya dalam meneropong bintang.
![]() |
Salah satu bangunan tempat observasi bintang |
Dari semua bangunan, ada satu yang paling khas. Atapnya berbentuk setengah
silinder dengan atap geser yang dapat bergerak maju-mundur untuk membuka atau
menutup. Di situlah tempat Sherina main film. Gedung itulah menjadi
tempat yang diburu pengunjung untuk berfoto. Sama seperti sore, selain saya dan
Lalonk, adapula pengunjung lain yang datang foto di sana. Sejauh yang saya
perhatikan, ada sepasang kekasih yang jalan berdua, saling menggenggam tangan,
terlihat sangat bahagia. Ada pula sekelompok anak muda yang sedang foto
bersama. Seorang Ibu bersama putri kecilnya juga berfoto di sana. Anak itu
sangat ceria, mirip Sherina saat masih kecil dalam filmnya.
![]() |
Seorang gadis cilik (baju warna pinka), mirip Sherina saat kecil |
Setelah foto dan berkeliling, kami memutuskan untuk pulang ke Kota Bandung.
Matahari secara perlahan hilang dibalik gunung bagian barat, sinarnya memancar
warna merah keemasan. Sinar itu sudah tidak cukup baik bagi mata dalam melihat
objek, sudah remang-remang. Setiba di Bandung, Lalonk masih mengajak saya
melihat taman foto, salah satu tema taman di sana. Sudah saya cerita dalam
tulisan sebelumnya, Kota Bandung terkenal dengan taman bertema.
![]() |
Narsis di taman foto Bandung |
Sebelum pulang ke kontrakan di Jl. Kopo, saya meminta Lalonk melewati jalan
kampus ITB dan Universitas Padjajaran. Kedua kampus itu sangat terkenal,
makanya saya ingin melihat langsung, meski hanya dari jalam umum. Itulah perjalanan
saya bersama Lalonk yang melelahkan sekaligus membahagiakan. Puas !!!. Terima kasih
Lalonk.
![]() |
Lalonk, di taman foto Bandung |
Tulisan ini bisa juga dibaca di Kompasiana.
0 Komentar